Pages

Jumat, 11 Februari 2011

4 Langkah Sederhana Selamatkan Air

Artikel ini saya tulis untuk diikutkan ke Beatblog Writing Contest. Jelas saya berharap menang, namanya juga mengikuti kompetisi. Kalaupun kalah, tidak masalah. Hitung – hitung mengasah kemampuan dan menambah pengalaman.
Air tersusun dari unsur hidrogen (H) yang mudah meledak dan unsur oksigen (O) yang mudah terbakar. Anehnya, gabungan dari kedua unsur tersebut malah sangat bermanfaat bagi kehidupan semua makhluk hidup. Dalam kehidupan sehari – hari, kita menggunakan air untuk minum, mandi, mencuci, kakus, hingga rekreasi. Air sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidup kita. Tapi jangan salah, teman. Air juga bisa berbalik menjadi bencana seperti banjir jika kita tidak menjaganya dengan baik.
Berharap bisa menciptakan air di masa depan tampaknya sama saja dengan mencoba menciptakan oksigen. Secanggih apapun teknologi yang manusia ciptakan, manusia tidak akan pernah mampu menciptakan unsur – unsur alami seperti hidrogen dan oksigen lalu mencampurkan keduanya dengan perbandingan komposisi tertentu untuk membuat air.
Tuhan, dengan segala kemampuan-Nya toh sudah menciptakan alam raya termasuk Bumi dan seisinya lengkap dengan air dan oksigen. Kita sebagai makhluk-Nya diberi tugas untuk menjaganya demi kelangsungan hidup kita. Patutkah kita mengabaikan tugas itu lalu dengan sengaja merusak sumber air dengan tangan kita? Pikirkan lagi.
Sayangnya kita yang hidup di era modern dan serba instan di mana teknologi semakin mudah dan murah, justru menganggap remeh hal – hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Lihat saja, sungai – sungai semakin penuh dan mampet karena sampah yang menumpuk. Sumur – sumur yang sumbernya dari air tanah banyak yang mengering. Kalaupun masih mengeluarkan air, tidak jarang air tersebut berbau tidak sedap, keruh, bahkan tidak terasa tawar. Pohon – pohon besar, yang akarnya bisa menyerap air dan menyimpannya di dalam tanah, banyak ditebang untuk keperluan bahan bangunan dan kertas. Belum lagi limbah industri yang langsung dibuang ke sungai atau laut tanpa diolah terlebih dahulu.
Di banyak negara berkembang (salah satunya Indonesia), kebanyakan masyarakat miskin yang tinggal di bantaran sungai tidak memiliki fasilitas pembuangan yang baik, sehingga mereka mau tidak mau harus buang kotoran di sungai. Kita tahu bahwa feces pasti membawa bakteri yang disebut Escherichia coli atau E.coli yang apabila terkonsumsi dalam jumlah di atas normal dapat menyebabkan diare. Hasil penelitian oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta pada 2006, 13 sungai yang mengalir melewati ibukota sudah tercemar bakteri Escherchia coli (E.coli). Kadar E.coli dalam air Sungai Ciliwung bahkan mencapai 1,6 – 3 juta individu per 100cc. Jumlah ini jauh melebihi kadar normal yaitu 2000 individu per 100cc. Selain itu, sekitar 30% sungai di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi juga telah tercemar E.coli melebihi batas normal. Itulah mengapa angka kematian bayi dan anak – anak di Indonesia akibat diare sangat tinggi.
Polutan air lainnya yang akan saya bahas di sini secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu limbah rumah tangga dan limbah industri. Limbah rumah tangga yang sulit diuraikan dan sering dibuang ke sungai dan sumber air lainnya adalah sampah plastik dan detergen. Keduanya mencemari air selama beratus – ratus bahkan beribu – ribu tahun hingga terurai atau diambil dari sumber air tercemar tersebut. Air yang tercemar sudah pasti membahayakan kehidupan makhluk air di sekitarnya. Beragam spesies di banyak sungai populasinya menurun secara signifikan. Beberapa di antaranya dilaporkan terancam punah. Mereka menanggung akibat dari perbuatan manusia. Tidakkah seharusnya kita melindungi mereka?
Polutan berikutnya adalah limbah industri. Industri apapun, baik itu industri kecil atau besar, sering kali membuang limbah yang belum diolah ke sungai atau laut. Banyak di antara limbah tersebut adalah logam berat. Bukan hanya membahayakan kehidupan air, logam berat juga secara otomatis mengurangi jumlah air layak konsumsi. Padahal kebutuhan air manusia setiap hari terus bertambah, sementara jumlah air layak konsumsi terus berkurang. Siapa yang harus disalahkan? Alam? Tuhan? Bukan keduanya. Itu semua adalah kesalahan kita. Renungkanlah.
Jumlah air di dunia tidak berkurang juga tidak bertambah. Tetapi air yang layak konsumsi bisa saja berkurang. Mengapa? Karena semakin banyak sungai dan sumber air lainnya, tercemar. Karena pohon – pohon yang membantu menyerap air dan menyimpannya di dalam tanah terus ditebangi tanpa upaya reboisasi yang seimbang. Karena setiap hari manusia semakin rakus, mengeksploitasi sumber daya alam tanpa usaha memperbaruinya.
Apa yang harus kita lakukan? Diam saja dan menunggu sampai Bumi ini hancur? Salah besar. Semua ini harus diatasi. Saatnya kita sebagai generasi muda bertindak.
Kita harus membenahi segala sesuatu dari diri kita sendiri. Pertama, jangan membuang sampah di sumber air maupun di jalan atau di manapun selain tempat sampah. Sampah yang kita buang di jalan pun pada akhirnya bisa saja masuk ke saluran air karena tertiup angin. Kedua, cobalah untuk menghemat air. Matikanlah keran air jika bak mandi sudah terisi penuh. Ingatlah bahwa di luar sana masih banyak saudara kita yang harus berjalan sejauh 2-5km hanya untuk mendapatkan seember air bersih. Ketiga, tanamlah sebuah pohon yang apabila sudah tumbuh besar, akarnya bisa menyerap air dan menyimpannya dalam tanah. Rawatlah pohon tersebut sebaik – baiknya. Keempat, ingatkanlah orang tuamu untuk memanggil jasa sedot WC secara rutin. Pengelolaan septic tank yang tidak baik juga bisa mencemari air tanah secara langsung.
Jangan tunggu sampai besok ! Harimu adalah hari ini. Mumpung belum terlambat, teman. Mari bersama – sama melangkah menyelamatkan air untuk masa depan, untuk kehidupan anak cucu kita. Nasib air di tangan kita !
AYO MULAI !

2 komentar:

kesatriacyber mengatakan...

semangat...
^_^b

Chandra Wulan mengatakan...

makasih udah follow :)

Posting Komentar