Pages

Selasa, 22 Maret 2011

Pagi Ideal

Sebuah pagi yang ideal, dalam pikiran saya, adalah sebuah pagi sekitar jam setengah 6 sampai setengah 8 di mana saya duduk di teras rumah menghadap ke jalan desa yang kadang ramai oleh derap kaki kuda penarik dokar, atau teriakan para tukang becak yang saling sapa dengan ibu – ibu pedagang di tengah perjalanan mereka menuju ke pasar. Saya duduk di kursi bambu, atau kursi rotan. Di sebelah kanan saya ada meja kecil yang juga terbuat dari bambu atau rotan. Di atasnya sudah tersedia secangkir minuman –teh, kopi hitam, susu, kopi susu, cappucino, apapun. Lalu di dekat cangkir itu, ada selepek (piring kecil) makanan kecil –roti tawar gandum yang diolesi selai kacang, brownies kukus, bolen, atau bahkan jajanan pasar seperti klepon, lopis, grontol, bubur kacang hijau, bubur ketan hitam, apapun. Tangan kiri saya memegang buku yang berisi kisah inspirasional atau petualangan atau kehidupan remaja sementara tangan kanan saya meraih cangkir berisi minuman hangat itu, lalu menyesapnya perlahan – lahan. Cangkir itu saya letakkan lagi di meja, kemudian mulut saya akan tergoda untuk mencicipi jajan – jajan itu, saya pun mengambilnya dari lepek dan mulai mengunyahnya sampai agak kenyang. Sambil menghirup udara pagi yang segar –bebas debu dan polusi, saya menyesap kopi (atau apapun yang ada dalam cangkir itu) sampai habis, menyadari bahwa ternyata hari hampir beranjak siang, becak dan dokar telah berganti menjadi motor – motor penuh asap yang menyesakkan, lalu masuk kembali ke dalam rumah dengan perasaan nyaman telah melewati sebuah pagi yang ideal.

0 komentar:

Posting Komentar